• Depan
  • › Kategori: Artikel
  • › PENYUSUNAN RKT PEMULIHAN EKOSISTEM PARTISIPATIF

PENYUSUNAN RKT PEMULIHAN EKOSISTEM PARTISIPATIF

Degradasi hutan  terjadi dalam berbagai skala dan terjadi dihampir semua kawasan hutan di Indonesia, tidak terkecuali di Kawasan konservasi. Menyadari kerusakan ekosistem yang telah terjadi di kawasan konservasi dapat mengganggu fungsi kawasan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem telah menetapkan target pemulihan kawasan ekosistem yang terdagradsi  melalui Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor SK 18/KSDAE/KK/KSDAE.1/1/2016 tentang Penetapan Lokasi Pemulihan Ekosistem pada Kawasan Konservasi yang terdegradasi seluas 1000.000 Ha pada RPJM 2015 – 2019. Berdasarkan SK tersebut Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang ditargetkan sebagai lokasi pemulihan ekosistem adalah seluas 1260 Ha.

Degradasi Kawasan TNBTS terjadi disebabkan oleh bencana alam maupun akibat ulah manusia. Erupsi gunung berapi, kebakaran dan perambahan adalah beberapa penyebab terdegradasinya sebagian awasan TNBTS. Kawasan yang terdegradasi ini ditetapkan sebagai zona rehabilitasi  dengan luas mencapai  2139,19  Ha. Sebagian dari kawasan TNBTS pada zona rehabilitasi tersebut telah dan sedang dilakukan pemulihan baik melalui kerjasama dengan mitra maupun melalui kegiatan RHL, GNRHL, Pengkayaan Pemulihan Ekosistem  serta pengendalian Jenis Asing Invasif dengan anggaran APBN. Sejak 2015 sampai dengan 2017 terhitung 499 Ha kawasan telah dilakukan penanaman untuk mulihkan ekosistem bekerjasama dengan Japan International Cooperation System (JICS), Sumitomo Forestry dan Tirta Invastama. Selain penanaman jenis-jenis asli setempat, upaya pemulihan juga dilakukan dengan pengedalian jenis asing invasif  (JAI) termasuk pembersihan salvinia molesta di Danau Ranupani.

Pada Tahun 2018  pemulihan ekosistem kawasan TNBTS yang terdegradasi direncanakan pada 245 Ha kawasan terdegradasi eks kebakaran dan eks perambahan. Khusus untuk Danau Ranupani yang  terdegradasi akibat tingginya sedimentasi dan serbuan JAI akan dilakukan upaya-upaya restorasi  yang melibatkan para pihak terkait mulai dari Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Kementerian PUPR, pemerhati lingkungan, KPA, LSM serta Masyarakat. Guna menyusun rencana kerja tahunan pemulihan ekosistem TNBTS 2018, BBTNBTS secara khusus mengundang Kepala BPDASHL Brantas - Sampean   serta praktisi restorasi ekosistem yang telah memiliki pengalaman panjang dalam upaya-upaya restorasi di kawasan TNBTS termasuk danu Ranupani, Andy Iskandar Zulkanain pada rapat pembahasan yang dilaksanakan pada hari Senin 27 Nopember 2017 di Aula BBTNBTS. Pada pertemuan yang juga dihadiri mitra-mitra kerjasama pemulihan ekosistem di TNBTS tersebut, kepala BBTNBTS, Ir. John kenedie, MM, mengingatkan kembali target pemulihan eksositem kawasan TNBTS yang telah ditetapkan Dirjen KSDAE serta mengajak  para pihak bekerjasama dan bahu-membahu dalam melakukan upaya pemulihan ekosistem dengen berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Progres upaya pemilihan ekosistem yang telah dilakukan di TNBTS sampai dengan 2017 serta rencana pemulihan tahun 2018 disampaikan oleh Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan BBTNBTS, Novita Kusuma Wardani, S.Hut, MAP, M.Env, yang kemudian dilengkapi  dengan paparan mengenai upaya restorasi ekosistem Ranupani serta perlunya sinergi para pihak dalam penangananan degradasi ekosistem danau yang berada di ketinggian 2200 mdpl oleh filed manager JISC, Andi Iskandar Z.

Beberapa poin penting disepakati dalam pertemuan tersebut diantaranya adalah kesediaan BPDASHL untuk mendukung upaya pemulihan ekosistem TNBTS dengan menyediakan bibit yang sesuai dengan ketentuan penanaman di kawasan konservasi. Pertemuan khusus yang membahas rencana restorasi ekosistem Ranupani disepakati akan segera dilakukan dengan melibatkan para pihak terkait.